Kamis, 10 April 2008

PERIKLANAN


Data dari AC Nielsen menunjukkan bahwa tidak lebih 40% pemirsa televisi yang tertarik dengan iklan. Pembelian produk lebih banyak dipengaruhi oleh situasi terakhir di depan rak-rak toko. Fenomena yang semakin mengukuhkan peran media in store sebagai ujung tombak penjualan. Iklan dinilai tidak lagi membumi dan mengambil jarak yang terlampau jauh dengan keinginan konsumen. Konsumen yang pada awal perkembangan pasar dimaknai sebagai pihak yang pasif dan sangat tergantung pada produsen, pada gilirannya semakin otonom. Produsen tidak mampu mengedukasi pasar tanpa menanamkan keterlibatan konsumen dalam proses pemasaran yang tengah dijalankan.
Konsep tradisional marketing senanantiasa menempatkan media, khususnya televisi, sebagai sarana handal untuk membangun performa produk atau merek di mata konsumen. Prinsip tersebut mulai bergeser ketika pasar semakin kompetitif sehingga penempatan iklan dalam konteks above the line (media lini atas) maupun below the line (media lini bawah) dipandang tidak lagi relevan. Prinsip “radical marketing” cenderung berfikir “out of the box”, berfikir di luar kerangka yang sudah ada. Prinsip tradisional lebih terfokus pada produk dan benefit (produk as hero) yang ditawarkan, sedangkan konsep radical marketing lebih terfokus pada pelanggan (consumer) sebagai end user langsung. Jabaran konsep radical marketing tidak semata-mata menyajikan konsep pemasaran dengan pendekatan hard selling, tetapi lebih kepada penciptaan persepsi positif dan empati konsumen melalui berbagai lini yang saling terintegrasi.
Fenomena pemasaran yang beriringan dengan kejenuhan konsumen terhadap periklanan. Iklan yang terlampau banyak, utamanya pada media televisi, mulai diragukan efektivitasnya. Fenomena yang oleh Ries (2004) dinilai sebagai akhir dari kejayaan periklanan. Iklan telah mencapai titik terendah dalam kontribusinya untuk mendorong penjualan. Era yang oleh Ries disebut sebagai masa kematian periklanan dan kebangkitan peran public relation. Peran public relation dalam mendorong citra perusahaan atau citra merek dinilai lebih handal dibandingkan melalui kampaye periklanan. Kejayaan peran PR dalam kaca mata Ries lebih disebabkan peran komunikasi personal yang lebih baik dan berjalan secara simultan, sebuah kondisi yang sulit digantikan oleh bentuk periklanan konvensional
Fenomena pasar yang semakin kompetitif, konsumen yang semakin selektif dan ditunjang oleh semakin miskinnya peran iklan dalam mengangkat penjualan produk, melahirkan beberapa konsep periklanan baru dan prinsip-prinsip pemasaran yang elastis. Periklanan tidak lagi dimaknai sebagai lini yang mengambil jalan berbeda dengan kebijakan marketing secara umum. Marketing tidak lagi berbicara tentang jalur-jalur produksi dan distribusi semata-mata. Pemaduan konsep marketing mix dalam satu jalur yang saling terintegrasi pada gilirannya menempatkan konsumen sebagai target dan sekaligus pijakan awal dalam bentuk-bentuk komunikasi pemasarannya. Bentuk-bentuk periklanan dalam kerangka throght the line dan penggunaan ambient media merupakan salah satu upaya memodifikasi pemasaran yang menempatkan konsumen acuan.